Makalah Pendidikan Agama Islam - Masyarakat Madani dan Kerukunan Umat

Share:
DAFTAR ISI


Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................. i

DAFTAR ISI...................................................................................................       ii

BAB  I  PENDAHULUAN................................................................................... 1
  1.1     Latar Belakang..........................................................................        1
  1.2     Rumusan Masalah ..........................................................................  1
  1.3     Tujuan Penulisan............................................................................. 1
  1.4     Manfaat Penulisan .................................................................... ...... 1

BAB II   PEMBAHASAN..................................................................................... 2
               2.1    Pengertian dan Karakteristik Masyarakat Madani ................. ...... 2
               2.2      Peran Umat Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani......... 5
               2.3      Makna Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Insaniyah ........... ...... 6
                          2.3.1      Makna Ukhuwah Islamiyah ............................................. 7
                          2.3.2      Makna Ukhuwah Insaniyah.............................................. 8
                          2.3.3      Pentingnya Ukhuwah ...................................................... 9

BAB III PENUTUP............................................................................................. 11
               3.1    Kesimpulan.................................................................................... 11
               3.2    Saran                                                                                          .... 11

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12



BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Mewujudkan masyarakat madani adalah membangun kota budaya bukan sekedar merefitalisasikan adab dan tradisi masyarakat lokal, tetapi lebih dari itu adalah membangun masyarakat yang berbudaya agamis sesuai keyakinan individu, masyarakat berbudaya yang saling cinta dan kasih yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Ungkapan lisan dan makalah tentang masyarakat madani semakin marak akhir-akhir ini seiring dengan bergulirnya proses reformasi di Indonesia.
Proses ini ditandai dengan munculnya tuntutan kaum reformis untuk mengganti Orde Baru yang berusaha mempertahankan tatanan masyarakat yang status quo menjadi tatanan masyarakat yang madani. Untuk mewujudkan masyarakat madani tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Namun, memerlukan proses panjang dan waktu serta menuntut komitmen masing-masing warga bangsa ini untuk mereformasi diri secara total dan konsisten dalam sesuatu perjuangan yang gigih.
Supaya tercipta pemahaman yang menyeluruh tentang masyarakat madani, penulis ingin membahas konsep masyarakat madani yang lebih kompleks mencakup pengertian, karakteristik, dan perwujudan masyarakat madani serta posisi dan peran umat islam Indonesia. Maka dari itu, penulis mengangkat judul “Masyarakat Madani dan Kerukunan Umat Beragama” dalam makalah ini dalam rangka pemenuhan tugas Pendidikan Agama Islam.

1.2    Rumusan Masalah
1)        Pengertian dan Karakteristik Masyarakat Madani?
2)        Peran Umat Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani?
3)        Makna Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Insaniyah?

1.3    Tujuan Penulisan
1)        Mengetahui pengertian dan karakteristik masyarakat madani.
2)        Mengetahui peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani.
3)        Mengetahui makna ukhuwah islamiyah dan ukhuwah insaniyah.

1.4    Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah memberikan pemahaman bagi kita semua tentang pentingnya untuk memahami dan menerapkan konsep masyarakat madani. Sehingga akan terwujudnya tatanan masyarakat yang lebih baik.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian dan Karakteristik Masyarakat Madani
Masyarakat “madani” adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu dalam sejarah filsafat, sejak filsafat Yunani sampai filsafat Islam juga dikenal istilah madinah  atau polis, yang berarti kota, yaitu masyarakt yang maju dan pberperadaban. Masyarakat madani menjadi simbol idealisme dyang diharapkan oleh setiap masyarakat. Dalam Al-Quran, Allah memberikan ilustrasi masyarakat ideal, sebagai gambaran dari masyaraket madani dengan firman-Nya :
Artinya:
“(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Nmaha Pengampun)”.(Saba’ : 15).

Kata madani merupakan penyifatan terhadap kota Madinah, yaitu sifat yang ditunjukkan oleh kondisi dan sistem kehidupan yang berlaku di kota Madinah. Kondisi dan sistem kehidupan itu menjadi populer dan dianggap ideal untuk menggambarkan masyarakat Isalami, sekalipun penduduknya terdiri dari berbagai macam keyakinan. Mereka hidup dengan rukun, saling membantu, taat hukum dan menunjukkan kepercayaan penuh terhadap pemimpinnya. Al-Qur’anmenjadi kosntitusi untuk menyelesaikan berbagai persoalan hidup yang terjadi di antara penduduk Madinah.
Masyarakat madani merupakan ideliasisasi tentang suatu masyarakat yang mandiri secara politik, sosial dan ekonomi. Masyarakat madani adalah suatu lingkungan interaksi sosial yang berada di luar pengaruh negara yang tersusun dari lingkungan masyarakat paling akrab seperti keluarga, asosiasi-asosiasi sukarela, dan gerakan kemasyarakatan lainnya serta berbagai bentuk lingkungan di mana  di dalamnya masyarakat menciptakan kreatifitas, mengatur dan memobilisasi diri mereka sendiri tanpa keterlibatan negara. Di samping itu, cita-cita masyarakat madani adalah menciptakan bangunan masyarakat yang tidak didasarkan pada interaksi yang bersifat kelas/strata. Masyarakat madani hanya dapat berkembang jika tidak disubordinasikan kepada negara. Artinya masyarakat bisa memperoleh dan mempertahankan hak-hak mereka dan memperjuangkan kepentingan mereka yang sah sehingga tidak dimanipulasi negara(Culla, 2003)
Di Indonesia, gagasan masyarakat madani sesungguhnya baru populer sekitar awal tahun 90-an. Hanya saja konsep masyarakat madani yang mulai diperkenalkan di Indonesia itu, pada awalnya, mengambil istilah yang berkembang di Barat, yaitu civil society. Istilah masyarakat madani ini sebenarnya hanya salah satu dari beberapa istilah yang sering digunakan orang dalam menerjemahkan kata civil society. Sedangkan jika kata masyarakat madani itu berangkat dari konsep Masyarakat Madinah, maka terjemahan yang tepat kata itu ke dalam bahasa Inggris adalah kata civilized society.
Konsep masyarakat madani bila ditinjau dari segi nilai-nilai Islam merupakan sebuah gagasan yang sangat Islami. Ia merupakan cita-cita Islam. Sejarah telah mencatat bahwa masyarakat madani pernah dibangun Rasulullah ketika beliau mendirikan komunitas muslim di kota Madinah. Sebelum terbentuk kota Madinah, daerah tersebut bernama Yastrib. Nabi Muhammad-lah yang kemudian mengubah namanya menjadi Madinah, setelah hijrah ke kota itu. Menurut Nurcholish Madjid, perubahan nama dari Yastrib menjadi Madinah pada hakikatnya adalah sebuah pernyataan niat atau proklamasi untuk mendirikan dan membangun masyarakat berperadaban di kota itu. Di kota Madinah inilah Nabi Muhammad SAW membangun masyarakat berperadaban berlandaskan ajaran Islam, masyarakat yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Masyarakat madani yang dibangun Nabi Muhammad SAW tersebut bercirikan antara lain: egalitarianisme, penghargaan kepada manusia berdasarkan prestasi (bukan prestise seperti keturunan, kesukuan, ras dan lain-lain), keterbukaan partisipasi seluruh anggota masyarakat, dan ketentuan kepemimpinan melalui pemilihan umum, bukan berdasarkan keturunan. Semuanya berpangkal pada pandangan hidup berketuhanan dengan konsekuensi tindakan kebaikan kepada sesama manusia. Masyarakat Madani tegak berdiri di atas landasan keadilan, yang antara lain bersendikan keteguhan berpegang kepada hukum (Gaus, 2000).
Dalam mewujudkan masyarakat madani seperti yang dikemukakan di atas, diperlukan manusia-manusia yang secara pribadi berpandangan hidup dengan semangat ketuhanan, dengan konsekuensi tindakan kebaikan kepada sesama manusia. Untuk itu Nabi Muhammad SAW telah memberikan keteladanan dalam mewujudkan suatu masyarakat seperti ciri-ciri masyarakat madani di atas. Misalnya, dalam rangka penegakkan hukum dan keadilan, Nabi Muhammad SAW tidak membedakan antara semua orang. Sekiranya saja Fatimah putri Nabi melakukan kejahatan, maka ia juga akan dihukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Masyarakat madani membutuhkan adanya pribadi-pribadi yang tulus yang mengikat jiwa pada kebaikan bersama. Namun, komitmen pribadi saja tidak cukup, tetapi harus diiringi dengan tindakan nyata yang terwujud dalam bentuk amal shaleh. Tindakan itu harus diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, dalam tatanan kehidupan kolektif yang memberi peluang adanya pengawasan.
Selain ciri-ciri yang telah dikemukakan di atas, masyarakt madani sebagai masyarakat yang ideal juga memiliki karakteristik, sebagai berikut :
1.      Bertuhan, artinya bahwa masyaraket tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempat-kan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial. Manusia secara universal mempunyai posisi yang sama menurut fitrah kebebasan dalam hidupnya. Sehingga komitmen terhadap kehidupan sosial juga dilandasi oleh relativitas manusia di hadapan Tuhan. Landasan hukum Tuhan dalam kehidupan sosial itu lebih objektif dan adil, karena tidak ada kepentingan kelompok tertentu yang diutamakan dan tidak ada kelompok lain  yang diabaikan.
2.      Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil. Kelompok sosial mayoritas hidup berdampingan dengan kelompok minoritas sehingga tidak muncul kecemburuan sosial. Kelompok yang kuat tidak menganiaya kelompok yang lemah, sehingga tirani kelompok minoritas dan anarki mayoritas dapat dihindarkan.
3.      Tolong-menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya. Prinsip tolong-menolong antar anggota masyarakt didasarkan pada aspek kemanusiaan karena kesulitan hidup yang dihadapi oleh sebagian anggota masyarakat tertentu, sedangkan pihak lain memiliki kemampuan membantu untuk meringankan kesulitan hidup tersebut.
4.      Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas orang lain yang berbeda tersebut. Masalah yang menonjol dari sikap toleran ini adalah sikap keagamaan, di mana setiap manusia memiliki kebabasan dalam beragama dan tidak ada hak bagi orang lain yang berbeda agama untuk mencampurinya. Keyakinan beragama tidak dapat dipaksakan. Akal dan pengalaman hidup keagamaan manusia mampu menentukan sendiri agama yang dianggap benar.
5.      Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial. Setipa anggota masyarakat memilik kewajiban yang seimbang untuk menciptakan kedamaian, kesejahteraan dan keutuhan masyarakat sesuai dengan kondisi masing-masing. Keseimbangan hak dan kewajiban itu berlaku pada seluruh aspek kehidupan sosial, sehingga tidak ada kelompok sosial tertentu yang diistimewakan dan kelompok sosial yang lain sekedar karena ia mayoritas.
6.      Berperaadaban tinggi, artinya masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk kemaslahatan hidup manusia. ilmu pengetahuan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. ilmu pengetahuan memberi kemudahan dan meningkatkan harkat dan martabat manusia, di samping memberikan kesadaran akan posisinya  sebagai khalifah Allah. Namun di sisi lain, ilmu pengetahuan juga bisa menjadi ancaman yang membahayakan kehidupan manusia, bahkan membahayakan lingkungan hidup bila pemanfaatannya tidak disertai dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.
7.      Berakahlak mulia. Sekalipun pembentukan akhlak  masyarakat dapat dilakukan berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan semata, tetapi relativitas manusia dapat menyebabkan terjebaknya konsep akhlak  yang realatif. Sifat subjektif manusia sering sukar dihindarkan. Oleh karena itu, konsep akhlak tidak boleh dipisahkan dengan nilai-nilai ketuhanan, sehingga substansi dan aplikasinya tidak terjadi penyimpangan. Aspek ketuhanan dalam aplikasi akhlak memotivasi manusia untuk berbuat tanpa menggantungkan reaksi serupa dan pihak lain. (Akram, 1999).

2.2  Peran Umat Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Dalam QS. Ali Imran ayat 110 Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok umat manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnya dibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam al-Quran itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil. Realitas dan norma tersebut bergantung pada kemampuan umat Islam sendiri untuk memanfaatkan norma atau potensi yang telah dimilikinya
Aktivitas menyusun masyarakat madani ini dilakukan dengan menyusun tiga pilar utama yang menyokong tegaknya sebuah daulah, yaitu pertama, program perjuangan iqatamul masjid, yakni perjuangan menyusun kekuatan umat Islam dengan memusatkan segala aktivitas ke dalam masjid. Hal ini mengandung makna bahwa setiap muslim yang bercita-cita hendak memperjuangkan tegaknya Islam haruslah terlebih dahulu menegakkan peribadatan-nya kepada Allah. Dari masjidlah pancaran ibadah terganbar dan terpancar satu cita-cita dan gerakan yang dapat mengubah struktur kehidupan masyarakat secara total.
Kedua, program perjuangan menyusun ukhuwah islamiah, menyusun tata persaudaraan menurut ajaran Islam, membina umat berdasarkan pada mahabbah dan marhamah; kecintaan dan kasih sayang. Bentuk perjuangan ini adalah membangun struktur komunitas masyarakat muslim yang tangguh, menyusun tata sosial ekonomi yang merata dan adil, menerapkan asas kekeluargaan, sosialisme dan kolektivitas degan rasa kesetiakawanan dalam satu aqidah. Masyarakat yang disusun oleh Rasulullah itulah yang dinamakan khaira ummah;umat yang baik dan utama, masyarakat yang tumbuh di atas kesadaran dan keyakinan hidup beragama demi mengharap ridah Allah.
Ketiga, adalah membina sebuah daulah islamiyah, sebuah tatanan kenegaraan Islam pertama di Madinah al-Munawwarah. Program perjuangan ketiga ini adalah puncak perjuangan Rasulullah dalam mengakkan dinul Islam di sebuah daulah Islam, sebuah negara yang ditegakkan di atas dasar huku abadi(hukum Allah) dan Sunnah Rasulullah, sebuah negara yang menegakkan syariat Islam yakni sebuah negara dengan pemerintahan yang bersendikan Islam pertama di muka bumi, sebuah negara yang menjamin kemerdekaan beragama dan beribadah bagi umat yang bergama lain, menjamin kemerdekaan melahirkan paham dan pendapat, dan menjamin kesejahteraan bagi rakyatnya (Dadan, 2002).
Masyarakat madani memerlukan adanya pribadi-pribadi yang tulus mengikatkan jiwanya kepada wawasan keadilan. Ketulusan jiwa itu hanya terwujud jika orang yang bersangkutan beriman dan menaruh kepercayaan kepada Tuhan. Ketulusan tadi juga akan mendatangkan sikap diri yang menyadari bahwa diri sendiri tidak selamanya benar. Dengan demikian lahir sikap tulus menghargai sesama manusia, memiliki kesediaan memandang orang lain dengan penghargaan, walau berapapun besarnya perbedaan yang ada, tidak ada saling memaksakan kehendak, pendapat, atau pandangan sendiri.
Umat islam harus menghayati tanggung jawab kemanusiaan bersama. Keterpecahan umat manusia menjadi kendala terbesar yang siap menghadang untuk menciptakan era baru bagi masyarakat yang benar-benar beradab. Masyarakat madani akan terwujud jika umat Islam bergerak serempak, saling menghormati dan melindungi, saling membantu dan mendukung, bukan saling menyerang dan menghancurkan.
Selain itu, umat Islam dituntut untuk bersikap proaktif dalam memperjuangkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena ia adalah ujung dari peradaban manusia. Umat Islam dapat mengembangkan dan memanfaatkan seluas-luasnya seluruh potensi diri serta alam semesta untuk kemaslahatan dunia. Sungguh kita semua merindukan keadaan peradaban dunia Islam sebagaimana yang telah ada pada masa kepemimpinan Nabi Muhammad SAW di kota Madinah (Jamal, 2003).

2.3  Makna Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Insaniyah
Kata Ukhuwah berarti persaudaraan. Maksudnya, adanya perasaan simpati dan empati antara dua orang atau lebih. Masing-masing pihak memiliki satu kondisi atau perasaan yang sama,baik suka maupun duka, baik senang maupun sedih. Jalinan perasaan ini menimbulkan sikap timbal balik untuk saling membantu bila pihak lain mengalami kesulitan, dan sikap saling membagi kesenangan kepada pihak lain bila salah satu pihak menemukan kesenangan. Ukhuwah yang perlu kita jalinbukan hanya inter seagama saja. Akan tetapi, yang lebih penting lagi adalah antara umat beragama.

2.3.1     Makna Ukhuwah Islamiyah
Ukhuwah dan persaudaraan yang berlaku bagi sesama muslim disebut ukhuwah islamiyah.
Persaudaraan sesama muslim adalah persaudaraan yang tidak dilandasi oleh keluarga, suku, bangsa, dan warna kulit, namun karena perasaan seaqidah dan sekeyakinan. Nabi mengibaratkan antara satu muslim dengan muslim lainnya ibaratkan satu tubuh. Apabila ada satu bagian yang sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakitnya. Rasulullah SAW juga bersabda : ”tidak sempurna iman salah seorang kamu, sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri“.
Hadist di atas berarti, seorang mulim harus dapat merasakan penderitaan dan kesusahan saudara yang lainnya. Ia harus selalu menempatkan dirinya pada posisi saudaranya. Antara sesama muslim tidak ada sikap saling permusuhan,dilarang mengolok-olok saudaranya yang muslim. Tidak boleh berburuk sangka dan mencari kesalahan orang lain ( Q.S al-Hujurat: 11-12)
Sejarah telah membuktikan bagaimana keintiman persahabatan dan lezatnya persaudaraan antara kaum muhajirin dan kaum anshar. Kaum muhajirin rela meninggalkan segala harta dna kekayaann dan keluarganya di kampong halaman. Demikian juga kaum anshar dengan penuh keikhlasan menyambut dan menjadikan kaum Muhajirin sebagai saudara. Peristiwa inilah awal bersatunya dua hati dalam bentuk yang teorisentrik dan universal sebagai hasil dari sebuah persaudaraan yang dibangun Nabi atas dasar kesamaan aqidah.
Secara terperincinya tersebut di dalam sebuah Hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yang disimpulkan seperti berikut:
1.      Bertemu dengan Muslim yang lain, mulakan memberi salam kepadanya.
2.      Jika engkau diundang olehnya, penuhilah undangan itu.
3.      Jika dia meminta nasihat dalam sesuatu urusan nasihatilah dia dengan jujur dan betul.
4.      Jika dia bersin lalu mengucap ‘Alhamdlullah’, maka doakanlah dia dengan mengucap ‘Yarhamukalah’, yakni semoga Allah merahmatimu.
5.      Jika dia sakit, datanglah menziarahinya.
6.      Jika dia meninggal dunia hantarkan jenazahnya ke kubur.
Dalam sebuah hadis yang lain yang ada kaitannya dengan ukhuwah Islamiyah lagi, Nabi Muhammad SAW telah bersabda yang bermaksud: “Barangsiapa yang melapangkan seorang mukmin suatu kesusahan duniawinya, niscaya Allah akan melapangkan dari orang itu suatu kesusahannya dihari kiamat. Barang siapa yang meringankan kemiskinan seorang miskin, Allah akan meringankan orang itu di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menutupi keburukan seorang Muslim, Allah akan menutupi keburukannya di dunia dan akhirat. Dan Allah sentiasa menolong hambanya selama hamba itu monolong saudaranya.”

2.3.2     Makna Ukhuwah Insaniyah
Persaudaraan sesama manusia disebut ukhuwah insaniyah. Persaudaraan ini dilandasi oleh ajaran bahwa semua umat manusia adalah makhluk Allah. Perbedaan keyakinan dan agama juga merupakan kebebasan pilihan yang diberikan Allah. Hal ini harus dihargai dan dihormati. Contohya pada umat Islam sekarang manusia dalam secara universal manusia tidak akan membedakan agama maupun suku dan aspek – aspek yang lainnya.
Dalam praktek, ketegangan yang sering timbul intern umat beragama dan antar umat beragama disebabkan oleh:
1.      Sifat dari masing-masing agama yang mengandung tugas dakwah atau misi.
2.      Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama lain. Arti keberagamannya lebih keoada sikap fanatisme dan kepicikan ( sekedar ikut-ikutan).
3.      Para pemeluk agama tidak mampu menahan diri, sehingga kurang menghormati bahkan memandang rendah agama lain.
4.      Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat.
5.      Kecurigaan masing-masing akan kejujuran pihak lain, baik intern umat beragama maupun antar umat beragama.
6.      Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalh perbedaan pendapat.
Dalam pergaulan antar agama, semakin hari kita merasakan intensnya pertemuan agama-agama itu. Walaupun kita juga semakin menyadari bahwa pertemuan itu kurang diisi segi-segi dialogis antar imannya. Dalam pembinaan umat Bergama, para pemimpin dan tokoh agama mempunyai peranan yang besar, yaitu:
1.      Menterjemahkan nilai-nilai dan norma-norma agama ke dalam kehidupan bermasyarakat.
2.      Menerjemahkan gagasan-gagasan pembangunan ke dalam bahasa yang dimengerti oleh masyarakat.
3.      Memberikan pendapat, saran dan kritik yang sehat terhadap ide-ide dan cara-cara yang dilakukan untuk suksesnya pembangunan.
4.      Mendorong dan membimbing masyarakat dan umat beragama untuk ikut serta dalam usaha pembangunan.
5.      Meredamkan api-api konflik yang ada dan berusaha mencari titk temu dan solusi.

2.3.3     Pentingnya Ukhuwah
Di tengah-tengah kehidupan jaman modern, yang cenderung individualis dan materialis ini, persaudaraan atau ukhuwah menjadi hal yang sangat penting untuk dibangun demi terciptanya tatanan masyarakat yang rukun dan damai. Pentingnya Ukhuwah itu diantaranya sebagai berikut.
a.       Ukhuwah menjadi pilar kekuatan Islam
Rasulullah SAW bersabda : “Al Islamu ya’lu walayu’la ‘alaih” artinya Islam itu agama yang tinggi/hebat tidak ada yang lebih tinggi/hebat dari Islam. Ketinggian dan kehebatan Islam itu akan menjadi realita manakala umat islam mampu menegakkan ukhuwah terhadap sesamanya, memperbanyak persamaan dan memperkecil perbedaan. Jika umat islam sering bermusuhan, Islam akan lemah dan tidak punya kekuatan. Jadi, tegaknya ukhuwah akan menjadi pilar kekuatan islam.
b.      Bangunan Ukhuwah yang solid, akan memudahkan membangun masyarakat madani.
Masyarakat madani adalah masyarakat yang ideal, yang memiliki karakteristik, yaitu menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan, kedamaian, kerukunanm saling tolong-menolong, toleran, seimbang, berperadaban tinggi dan berakhlak mulia/bermoral. Dan nilai-niali tersebut akan mudah terwujud dan menjadi kenyataan, jika manusia memiliki ketulusan, keikhlasan dan dan kemauan yang tinggi untuk merajut dan membangun simpul ukhuwah yang sudah terkoyak.
c.       Ukhuwah merupakan bagian terpenting dari Iman.
Iman tidak akan sempurna tanpa disertai dengan ukhuwah dan ukhuwah tidak akan bermakna tanpa dilandasi keimanan, jika ukhuwah lepas dari kendali iman, yang perekatnya adalah kepentingan pribadi, kolompok kesukuan, maupun hal-hal lain yang bersifat materi yang semuanya itu bersifat semu dan sementara.
d.      Ukhuwah merupakan benteng dalam mengahadapi musuh-musuh Islam.
Orang-orang yang mempunyai misi yang sama, yaitu memusuhi dan ingin menghancurkan Islam (QS. Al Baqarah: 120). Dan mereka selalu bersama-sama antara yang satu dengan yang lain. Realitanya seperti sekarang ini Islam selalu diobok-obok dan selalu dikambing hitamkan oleh mereka. Oleh karena itu, Umat Islam jangan mudah terpengaruh dan jangan mudah terprovokasi dengan mereka, kita harus menghadapi dengan barisan ukhuwah yang rapi dan teratur. Jika kita bermusuhan mereka akan mudah memecah belah dan menghancurkan Islam.




BAB III
PENUTUP

3.1     Kesimpulan
Kesimpulan dalam materi ini, yaitu :
1.   Masyarakat madani merupakan System sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan taraf kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat.
2.   Masyarakat madani tidak muncul dengan sendirinya. Ia membutuhkan unsur-unsur sosial yang menjadi prasyarat terwujudnya tatanan masyarakat madani. Faktor-faktor tersebut merupakan satu kesatuan yang mengikat dan menjadi karakter khas masyarakat madani.
3.   Karakteristik dari masyarakat madani yaitu Wilayah Publik yang bebas Demokrasi, Toleransi, Pliralisme, dan Keadilan.
4.   Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensi umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
5.   Tujuan-tujuan tersebut tidak hanya mencakup masalah kesejahteraan ekonomi, melainkan juga mencakup permasalahan persaudaran manusia-manusia dan keadilan sosial-ekonomi, kesucian kehidupan, kehormatan individu, kehormatan harta, kedamaian jiwa dan kebahagiaan, serta keharmonisan kehidpan keluarga dan masyarakat. Ajaran Islam, sama sekali tidak pernah melupakan unsur materi dalam kehidupan dunia. Materi penting dalam kemajuan, kemajuan umat Islam, realisasi kehidupan yang baik bagi setiap umat manusia, dan membantu manusia melaksanakan kewajibannya kepada Allah.

3.2     Saran
Maka diharapkan kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda agar dapat mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu Indonesia. Yakni melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, potensi, perbaikan sistem ekonomi, serta menerapkan budaya zakat, infak, dan sedekah. Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam dengan baik dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan. Demikianlah makalah rangkuman materi yang dapat kami sampaikan pada kesempatan kali ini semoga di dalam penulisan ini dapat dimengerti kata-katanya sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Dosen PAI, Buku Daras Pendidikan Agama Islam di Universitas Brawijaya, (Malang : Pusat Pembinaan Agama(PPA), 2016)

Semoga Bermanfaat salam : Arif Andrian

No comments